KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis
panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat
terwujud dan terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.
Penulis menyadari banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini, dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang penulis
miliki. Namun kiranya sedikit banyak dapat menjadikan acuan bagi kita semua dan
semoga kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Demikian dengan makalah ini.
Penulis harapkan masukan berupa saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Mataram, Maret
2013
Penulis,
ii
DAFTAR
ISI
Halaman Judul
Kata
Penghantar........................................................................................................... ii
Daftar
Isi...................................................................................................................... iii
BAB
I
PENDAHULUAN....................................................................................................... 1
1.1.
Latar Belakang................................................................................................ 1
1.2.
Rumusan Masalah............................................................................................ 2
1.3. Tujuan ............................................................................................................. 2
1.4. Manfaat …...................................................................................................... 2
BAB
II
PEMBAHASAN.......................................................................................................... 3
2.1 Jenis-Jenis Kerusakan pada Umbi-Umbian...................................................... 3
2.2 Tanda-Tanda Kerusakan pada Umbi-Umbian.................................................. 7
2.3 Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan pada
Umbi-Umbian................................ 8
BAB
III
PENUTUP
................................................................................................................... 19
3.1. Kesimpulan ..................................................................................................... 19
3.2. Saran................................................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bumi Indonesia terdiri dari tanah-tanah
pertanian yang subur, dengan pengolahan yang baik sesuai dengan yang dianjurkan
oleh para pakar pertanian akan mampu berproduksi bila ditanami sejenis atau
beberapa jenis tanaman yang memang telah tumbuh di bagian bumi ini sendiri, di
daerah-daerah tropis lainnya, bahkan juga tanaman yang tumbuh di daerah-daerah
subtropis dan sementara tanaman yang berasal dari daerah dingin. Perhatikan
saja tanaman apel, coklat, kentang dan lain-lain dapat menghasilkan dengan baik
jika ditanam dibagian bumi kita. Jadi selain buah-buahan, sayur-sayuran,
umbi-umbian pun merupakan bahan pangan yang potensial dapat mencukupi kebutuhan
bahan pangan penduduk Indonesia yang dapat diusahakan di bumi Indonesia
sendiri, bahkan kelebihannya dapat diekspor guna mencukupi kebutuhan bahan
pangan dan industri di belahan-belahan bumi lainnya.
Perhatikan saja ubi kayu, ubi rambat, kentang, talas, demikian pula wortel yang
banyak diperlukan karena banyak mengandung karoten. Karena hasilnya berlebihan
(terutama ubi kayu dan ubi rambat) dan belum diolah menjadi bahan-bahan yang
dapat diekspor, maka kelebihan itu sering mubazir dan kerap kali harus terbuang
karena kerusakan atau pembusukan.
Umbi-umbian adalah bahan nabati yang diperoleh dari dalam tanah, misalnya ubi
kayu, ubi jalar, kentang, garut, kunyit, gadung, bawang, jahe, kencur, talas,
kimpul, gembili, ganyong, bengkoang dan sebagainya. Pada umumnya umbi-umbian
tersebut merupakan sumber karbohidrat terutama pati atau merupakan sumber cita
rasa dan aroma karena mengandung oleoresin.
1.
Umbi-umbian dapat dibedakan berdasarkan asalnya yaitu umbi akar dan umbi
batang. Umbi akar atau batang sebenarnya merupakan bagian akar atau
batang yang digunakan sebagai tempat menyimpan makanan cadangan. Yang termasuk
umbi akar misalnya ubi kayu dan bengkuang, sedangkan ubi jalar, kentang, dan
gadung merupakan umbi batang.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja jenis-jenis kerusakan pada
umbi-umbian ?
2.
Apa saja tanda-tanda kerusakan pada
umbi-umbian ?
3. Faktor yang menyebabkan kerusakan pada bahan
pangan khususnya umbi-umbian?
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan
berbagai jenis kerusakan umbi-umbian.
2. Menjelaskan
berbagai tanda-tanda kerusakan pada umbi-umbian.
3. Menjelaskan
factor-faktor apa saja yang menyebabkan kerusakan pada bahan pangan khususnya
umbi-umbian.
1.4 Manfaat
1. Mengetahui
berbagai jenis kerusakan umbi-umbian (ubi jalar, ubi kayu, kentang, talas
bengkuang).
2. Mengetahui
berbagai tanda-tanda kerusakan yang terjadi pada umbi-umbian (ubi jalar, ubi
kayu, kentang, talas bengkuang).
3. Mengetahui
factor-faktor apa saja yang menyebabkan kerusakan pada umbi-umbian.
2.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Jenis-Jenis Kerusakan pada
Umbi-Umbian
Umbi-umbian merupakan hasil tanaman sumber karbohidrat
yang cukup penting di samping serelia. Yang termasuk jenis umbi-umbian adalah
ubi kayu, ubi jalar, talas, kentang, bentul, uwi, dan sebagainya. Jenis
umbi-umbian yang mengandung peranan penting di Indonesia terutama ubi kayu dan
ubi jalar. Umbi-umbian selain sebagai sumber karbohidrat juga merupakan sumber
cita rasa dan aroma karena mengandung aleoresin.
Kerusakan yang terjadi pada umbi-umbian adalah terjadinya
perubahan warna pada daging ubi kayu segar menjadi coklat. Proses ini biasanya
disebut kepoyoan. Proses kepoyoan pada ubi kayu dapat diakibatkan oleh reaksi
pencoklatan secara enzimatis yang menyebabkan rasa ubi kayu menjadi pahit dan
teksturnya mengeras.
Kerusakan lain dapat berupa kulit terkelupas, memar dan
terpotong secara mikrobiologis ditandai pertumbuhan kapang Secara kimia
disertai dengan perubahan warna kebiru-biruan, coklat serta kehitaman oleh
enzim ataupun bukan.Secara biologis ditandai dengan adanya bekas
gigitan/lubang.
Pada umumnya, umbi-umbian mengandung kadar protein lebih
rendah dibanding serelia, hanya sekitar 0,5-1,5 g% tetapi kandungan protein ini
lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelompok ekstrak tepung. Jenis umbi yang
termasuk bahan makanan pokok yang cukup berarti di Indonesia adalah singkong
dan ubi jalar, sedangkan talas dan gadung tidak memegang peranan penting
sebagai bahan pokok. .
Bila
ditinjau dari penyebabnya, maka kerusakan bahan pangan dapat dibagi menjadi
beberapa jenis, yaitu kerusakan mikrobiologis, mekanis, fisik, blologis, dan
kimia.
3.
· Kerusakan Mikrobiologis
Bermacam-macam
mikroba seperti kapang, bakteri dan ragi mempunyai daya perusak terhadap bahan
hasil pertanian, Cara perusakannya adalah dengan cara menghidrolisa atau
mendegradasi makromolekul- makromolekul yang menyusun bahan tersebut menjadi
fraksi-fraksi yang lebih kecil. Misalnya karbohidrat menjadi gula sederhana
atau pemecahan lebih lanjut dari gula menjadi asam-asam yang mempunyai atom
karbon yang rendah. Protein dapat dipecahkan menjadi gugusan peptida dan
senyawa amida serta gas amoniak. Sedangkan lemak dapat pecah menjadi gliserol
dan asam-asam lemak.
Dengan
terpecahnya karbohidrat (pati, pektin atau selulosa), maka bahan dapat
mengalami pelunakan. Terjadinya asam dapat menurunkan pH, dan terbentuknya
gas-gas hasil pemecahan dapat mempengaruhi bau dan citarasa bahan
Kerusakan
mikrobiologis ini merupakan bentuk kerusakan, yang banyak merugikan serta
kadang-kadang berbahaya terhadap kesehatan manusia, karena racun yang
diproduksi, penularan serta penjalaran kerusakan yang cepat.
Pada umumnya
kerusakan mikrobiologis tidak hanya terjadi pada bahan mentah, tetapi juga pada
bahan setengah jadi maupun bahan hasil olahan.
Bahan-bahan yang telah rusak oleh mikroba dapat menjadi
sumber kontaminasi yang berbahaya bagi bahan-bahan lain yang masih sehat atau
segar. Karena bahan yang sedang membusuk mengandung mikroba-mikroba yang masih
muda dan dalam pertumbuhan ganas (log phase), sehingga dapat menular dengan
cepat ke bahan-bahan lain yang ada didekatnya.
Kerusakan
mekanis disebabkan karena adanya benturan-benturan mekanis, misalnya benturan
antara bahan itu sendiri atau karena benturan alat dengan bahan tersebut. Waktu
pelemparan bahan ke dalam unggukan atau ke dalam wadah banyak menyebabkan
terjadinya saling benturan satu lama lain atau dengan dinding wadah.
Beberapa
umbi-umbian mengalami cacat karena tersobek atau terpotong oleh cangkul atau
alat penggali yang lain. Tertindihnya bahan- bahan pangan oleh benda Iain dapat
menyebabkan kerusakan bahan secara mekanis.
Kerusakan
mekanis juga dapat disebabkan karena bahan jatuh dari tangan atau alat
pengangkutan, sehingga terbentur dengan benda-benda keras seperti batu atau
tanah, yang dapat mengalami pememaran dan kerusakan. Semua bentuk kerusakan
tersebut direbut kerusakan mekanis.
Kerusakan
fisik ini disebabkan karena perlakuan-perlakuan fisik. Misalnya dalam
pengeringan terjadi case hardening. Dalam pendinginan terjadi chilling injuries
atau freezing injuries dan freezer burn pada bahan yang dibekukan. Pada
penggorengan atau pembakaran yang terlalu lama sehingga kegosongan,juga
merupakan kerusakan fisik.
5.
Kerusakan
dingin (chilling injuries) ini mungkin disebabkan oleh suatu toksin yang
terdapat dalam tenunan hidup. Dalam keadaan netral, toksin ini dapat
dinetralkan (detoksifikasi) oleh senyawa lain. Didalam tanaman diduga toksin
yang dikeluarkan adalah asam chlorogenat yang dapat dinetralkan oleh asam
askorbat. Tetapi pada proses pendinginan (chilling) kecepatan produksi toksin
akan bertambah cepat, sedangkan detoksifikasi menurun, sehingga sel-sel akan
keracunan dan mati, kemudian membusuk.
Kerusakan-kerusakan
yang terjadi karena lembabnya penyimpanan dapat menyebabkan (water acitivity)
dari bahan meninggi, sehingga memberi peluang kepada bentuk-bentuk kerusakan
mikrobiologis untuk ikut aktif. Pada umumnya kerusakan fisik terjadi
bersama-sama dengan bentuk kerusakan lainnya.
Penggunaan
suhu yang terlalu tinggi dalam pengolahan bahan pangan menyebabkan citarasa
menyimpang dan kerusakan terhadap kandungan vitaminnya. Penggunaan suhu tinggi
tersebut menyebabkan thermal degradation dari senyawa-senyawa dalam bahan
sehingga terjadi penyimpangan-penyimpangan mutu bahan. Adanya sinar juga dapat
merangsang terjadinya kerusakan bahan, misalnya pada lemak.
Yang
dimaksud dengan kerusakan biologis yaitu kerusakan yang disebabkan karena
kerusakan fisiologis, serangga dan binatang pengerat (rodentia).
Kerusakan
fisiologis meliputi kerusakan yang disebabkan oleh reaksi- reaksi metabolisme
dalam bahan atau oleh enzim-enzim yang terdapat di dalamnya secara alami
sehingga terjadi proses autolisis yang terakhir dengan kerusakan dan pembusukan
6.
Pada
perubahan pH, misalnya suatu jenis pigmen dapat mengalami perubahan warna,
seperti khlorophyl dan anthocyanin. Penyimpangan warna normal sexing diartikan
dengan kerusakan. Demikian juga terhadap protein yang oleh perbedaan pH dapat
mengalami denaturasi dan penggumpalan. Disamping itu pemanasan suatu bahan yang
mengandung protein, juga dapat menyebabkan denaturasi dan penggumpalan.
Terjadinya
noda-noda hitam pada makanan kaleng yang disebabkan oleh senyawa FeS adalah
merupakan kerusakan kimia yang disebabkan karena coating atau enamel dari
lapisan dalam kaleng tidak baik dan mengadakan reaksi dengan H S yang
diproduksi oleh makanan tersebut.
Reaksi
browning pada beberapa bahan dapat terjadi secara enzimatis maupun
non-enzimatis. Browning secara non-enzimatis ini dapat menyebabkan timbulnya
warna yang tidak diinginkan yaitu coklat, dan hal ini merupakan kerusakan
kimia.
2.1
Tanda-Tanda Kerusakan Pada Bahan
Pangan Khususnya Umbi-Umbian
Suatu bahan rusak bila
menunjukkan adanya penyimpangan yang melewati batas yang dapat diterima secara
normal oleh panca indera atau parameter lain yang biasa digunakan.
Proses pematangan bahan makanan
tertama buah merupakan suatu rangkaian reaksi kimia yang panjang, yang dapat
berakhir dengan degradasi tenunan yang mengakibatkan kematian sel dan
pembusukan. Demikian pula halnya dengan sayuran, jadi disini terjadinya atau
mulai terjadinya kebusukan merupakan suatu tanda kerusakan.
Beberapa bahan dianggap rusak
bila menunjukkan penyimpangan konsistensi serta tekstur dari keadaan yang
normal. Bahan yang secara normal berkonsistensi kental, tetapi bila dalam
keadaannya mempunyai konsistensi encer, maka hal ini merupakan suatu
7.
kerusakan. Demikian juga bahan hasil pertanian
yang secara normal mempunyai tekstur yang keras seperti kentang, ubi jalar, wortel dan lain-lain bila menjadi lunak dalam
keadaan segar, maka bahan tersebut berarti sudah mengalami kerusakan.
Beberapa bahan jadi misalnya
sayur asin yang mempunyai rasa dan bau asam bukanlah berarti rusak, karena
sayur asin memang secara normal dikehendaki asam rasanya. Tetapi kalau sayur
asin menjadi berlendir dan berbau busuk, maka hal ini merupakan suatu tanda
kerusakan. Contoh lain yaitu pada makanan kaleng, tanda-tanda kerusakan yang
terjadi dapat berupa pH yang menyimpang, terjadinya penggembungan kaleng, bau
busuk dan warna yang menyimpang.
Beberapa bahan yang digoreng
disebut rusak apabila terjadi kegosongan yang menyebabkan karena pemanasan
terlalu lama atau penggunaan suhu yang terlalu tinggi. Demikian pula terjadinya
reaksi browning yang tidak diinginkan merupakan salah satu tanda kerusakan.
Banyak dari bahan-bahan yang
dikeringkan menjadi berwarna hitam dan ditumbuhi kapang. Beberapa hasil
pertanian yang ditumbuhi kapang dengan tanda-tanda adanya mycellium dan spora
yang tumbuh pada permukaan bahan yang secara normal tidak ada, merupakan suatu
tanda terjadinya kerusakan.
Tanda-tanda kerusakan fisik
dapat dijumpai pada bahan-bahan hasil pertanian yang mengalami serangan
serangga atau tikus sehingga bentuk- bentuk fisiknya menjadi berlubang atau
adanya bekas-bekas gigitan. Terdapatnya kepompong, ulat dan sebagainya. Sering
digunakan sebagai tanda kerusakan.
2.2
Faktor Utama Penyebab Kerusakan Pada
Pangan Khusunya Umbi-Umbian
Kerusakan
bahan pangan dapatdisebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: pertumbuhan
dan aktifitas mikroba terutama bakteri, kapang dan khamir, aktifitas enzim-enzim
di dalam bahan pangan, serangga, parasit dan tikus suhu termasuk suhu pemanasan
dan pendinginan, kadar air, udara termasuk oksigen, sinar dan waktu.
·
Bakteri,
Kapang dan Khamir
Mikroba
penyebab kebusukan pangan dapat ditemukan dimana saja baik di tanah, air,
udara, di atas kulit atau bulu dari ternak, dan di dalam usus. Beberapa mikroba
juga ditemukan di atas kulit buah-buahan, sayuran, biji - bijian dan
kacang-kacangan.
Mikroba
biasanya secara normal tidak ditemukan di dalam tenunan hidup misalnya daging
hewan, daging buah atau air buah. Bakteri mempunyai beberapa bentuk misalnya
bentuk cocci pada Streptococcus sp., Micrococcus sp., dan Sarcina sp., bentuk
cambuk pada hocilli, dan bentuk spiral pada spirilla dan vibrios (Gambar 3.1).
Bakteri yang terdapat di dalam makanan mempunyai ukuran yang sangat kecil,
yaitu sebagian besar mempunyai ukuran panjang sel satu sampai beberapa mikron
(1 mikron = 1/1000mm).
eberapa bakteri dapat membentuk spora dan tahan terhadap
panas, porubahan kimia dan perubahan lain-lainnya. Spora bakteri ini jauh lebih
tahan dari khamir atau kapang, dan lebih tahan terhadap pengolahan daripada
enzim. Pengolahan dengan sterilisasi terutama ditujukan terhadap spora bakteri
yang mempunyai daya tahan panas yang tinggi. Khamir mempunyai ukuran panjang
sel 20 mikron atau lebih. Sebagian besar khamir berbentuk bulat atau lonjong
(elips).
Kapang
berukuran lebih besar dan lebih kompleks. Kapang tumbuh seperti buku atau
rambut yang disebut mycelia, dan pada ujungnya berbentuk seperti buah yang
disebut conidia dan mengandung spora kapang. Misalnya kapang hitam pada roti,
warna merah jingga pada oncom, atau warna putih dan hitam pada tempe disebabkan
oleh warna conidia atau sporanya
Tumbuhnya
bakteri, khamir atau kapang di dalam bahan pangan dapat mengubah komposisi
bahan pangan. Beberapa diantaranya dapat menghidrolisa pati dan selulosa atau
menyebabkan fermentasi gula, sedangkan lainnya dapat menghidrolisa lemakdan
menyebabkan ketengikan, atau dapat mencerna protein dan menghasilkan bau busuk
dan amoniak. Beberapa mikroba tersebut dapat membentuk lendir, gas, busa,
warna, asam, toksin dan lain-lainnya. Jika makanan mengalami kontaminasi secara
spontan dari udara, maka akan terdapat pertumbuhan campuran beberapa tipe
mikroba.
Bakteri,
khamir dan kapang senang akan keadaan yang hangat dan lembab. Sebagian besar
bakteri mempunyai suhu pertumbuhan antara 45 - 55 °C dan disebut golongan
bakteri thermofilik. Beberapa bakteri mempunyai suhu pertumbuhan antara 20 - 45
°C yang disebut bakteri mesofilik, dan yang lainnya mempunyai suhu pertumbuhan
dibawah 20 °C disebut bakteri psikhrofilik. Spora dari kebanyakan bakteri dapat
mempertahankan diri pada suhu air mendidih, dan kemudian bila suhu turun akan
bergerminasi dan bertambah.
Beberapa
bakteri dan semua kapang membutuhkan oksigen untuk tumbuh, disebut mikroba
aerobik. Bakteri yang lain malahan tidak dapat tumbuh bila
ada oksigen, bakteri demikian disebut bakteri anaerobik.
Dalam
keadaan optimum bakteri memperbanyak diri dengan cepat. Dari satu sel menjadi
dua hanya memerlukan waktu 20 menit, dan seterusnya tumbuh dan berlipat ganda
menurut fungsi eksponensial. Misalnya susu yang pada keadaan tertentu
mengandung 100.000 bakteri per ml, jika dibiarkan pada suhu kamar selama 24 jam
jumlah bakteri dapat menjadi 25 juta, dan dalam 96 jam dapat menjadi 5.000
juta.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba diantaranya adalah, pH, RH,suhu, oksigen,
mineral dan lain-lainnya. berikut ini contoh beberapa bentuk kapang yang
diperlihatkan pada Gambar 3.2.
Pertumbuhan mikroba tidak pernah
terjadi tanpa adanya air. Air dalam substrat yang dapat digunakan untuk
pertumbuhan mikroba biasanya dinyatakan dengan istilah water activity (aw),
yaitu perbandingan antara tekanan uap air dari larutan (P) dengan tekanan uap
air murni pada suhu yang sama (P0).
aw = p/p0X
Menurut
hukum RAOULT, aw berbanding lurus dengan jumlah molekul di dalam
pelarut (solvent) dan berbanding terbalik dengan jumlah molekul di dalam
larutan (solution).
dimana: ny = jumlah molekul dari zat
yang dilarutkan (solute).
n2 = jumlah molekul pelarut (solvent), yang
dimaksud disini adalah air.
ny + n2 = jumlah
molekul di dalam larutan(solution).
Istilah aw
dibedakan dengan RH sebagai berikut, yaitu aw digunakan untuk
larutan atau bahan makanan, sedangkan RH untuk udara atau ruangan.
Umumnya
bakteri membutuhkan air (available water) yang lebih banyak dari kapang dan
ragi. Sebagian besar dari bakteri dapat tumbuh dengan baik pada aw mendekati
1,00. Ini berarti bahwa bakteri dapat tumbuh dengan baik dalam konsentrasi gula
atau garam yang rendah, kecuali bakteri- bakteri yang mempunyai toleransi
terhadap konsentrasi gala dan garam yang tinggi. Media untuk sebagian besar
bakteri mengandung gula tidak lebih dari 1% dan garam tidak lebih dari 0,85%
(larutan garam fisiologis). Konsentrasi gula 3 - 4% dan garam 1 - 2% dapat
menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri.
Water
activity (aj yang optimum dan batas terendah untuk tumbuh tergantung dari macam
bakteri, makanan, suhu, pH, adanya oksigen, C02 dan senyawa-senyawa
penghambat. Contoh batas aw terendah dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Macam bakteri
|
aw terendah
|
Paseudomonas
|
0,97
|
Achromobacter
|
0,96
|
Eschericia coli
|
0.96
|
Bacillus subtilis
|
0,95
|
Aerofiacter aerogenes
|
0.9 5
|
Staphylococcus aureus
|
0,86
|
Clostridium botulinum
|
0,95
|
Tabel. Batas aw terendah
untuk beberapa macam bakteri.
Disamping
itu ada bakteri lain yang dapat tumbuh pada aw dibawah 0,90.
Contohnya aw terendah dari bakteri halophylik (tahan garam) adalah
0,75, sedangkan untuk bakteri xerophylik adalah 0,65 Staphylococcus aureus dan
Salmonella sp., mempunyai aw optimum 0,99, untuk Eschericia coli
0,99 dan untuk Streptococcus fa'ecalis 0,98.
Pada
umumnya sebagian besar dari kapang membutuhkan aw yang lebih sedikit
daripada khamir dan bakteri. Hal inilah yang menyebabkan makanan-makanan yang
dikeringkan lebih banyak dirusak oleh kapang daripada oleh bakteri dan khamir
Water
activity optimum dan kisaran aw untuk spora-spora aseksual
bergerminasi adalah berbeda-beda untuk tiap-tiap kapang. Pada beberapa I-
kapang, aw minimum untuk spora-spora bergerminasi adalah 0,62,
sedangkan untuk kapang lain seperti Mucor, Rhizopus dan Botrytis adalah 0,93.
Setiap
kapang mempunyai aw minimum untuk tumbuh. Contohnya aw optimum
untuk Aspergillus sp. adalah 0,98 dan untuk Pennicillium sp. adalah 0,99. Untuk
mencegah pertumbuhan kapang sebaiknya aw diturunkan hingga dibawah
0,62, walaupun pada aw dibawah 0,70 sudah dapat mencegah pertumbuhan
kapang perusak makanan, sedangkan aw dibawah 0,94 akan menghambat
pertumbuhan Rhizopus dan dibawah 0,85 akan menghambat pertumbuhan Aspergillus
sp.
Pengurangan
aw dibawah batas optimum untuk kapang, akan menunda proses germinasi
dan mengurangi kecepatan pertumbuhan. Hal ini merupakan faktor penting dalam
pengawetan makanan Kadar air 14 15% pada tepung terigu dan beberapa buah-buahan
yang dikeringkan sudah cukup untuk mencegah pertumbuhan kapang.
Sebagian
besar dari khamir tumbuh baik dengan persediaan air yang banyak atau pada aw
yang tinggi. Tetapi karena banyak khamir yang dapat tumbuh pada konsentrasi
gula dan garam yang lebih tinggi daripada bakteri, maka dapatlah ditarik
kesimpulan bahwa khamir ini membutuhkan air yang lebih sedikit daripada
bakteri. Tetapi kebanyakan khamir membutuhkan air yang lebih banyak daripada
kapang.
Umumnya
batas aw terendah untuk khamir adalah sekitar 0,88 0,94. Untuk
khamir pada bir, aw minimum yang dibutuhkan adalah 0,94, sedangkan
untuk khamir yang biasa tumbuh pada susu kental manis adalah 0,90 dan untuk
khamir pada roti adalah 0,91. Khamir yang bersifat osmophylic dapat terhenti
pertumbuhannya dalam larutan garam dan gula (sirup) yang mempunyai aw <
0,78.
Setiap
mikroba, baik bakteri, kapang dan khamir mempunyai suhu optimum, suhu minimum
dan suhu maksimum untuk tumbuh. Suhu optimum terendah dimana mikroba masih
dapat tumbuh dan suhu maksimum yaitu suhu tertinggi untuk pertumbuhan mikroba.
Suhu pertumbuhan
untuk setiap bakteri berbeda-beda. Bakteri psychrophylic (cryophylic) dapat
tumbuh dengan kecepatan yang relatif tinggi pada suhu 0 °C. Bakteri
psychrotrophyc dapat tumbuh pada suhu lemari es dibawah 10 °C
Berdasarkan
suhu optimumnya yaitu antara 20 °C dan 45 °C, kebanyakan bakteri tersebut
digolongkan dalam bakteri maesophylic. Bakteri-bakteri yang mempunyai suhu
optimum diatas 45 °C termasuk golongan thermophylic dan bakteri ini ada yang
obtigat atau fakultatif thermophylic. Perubahan suhu yang sedikit saja, akan
menghasilkan pertumbuhan bakteri yang berbeda.
Kebanyakan
kapang adalah mesophylic dan mempunyai suhu optimum sekitar 25 - 30 °C atau
suhu kamar, tetapi beberapa kapang dapat tumbuh baik pada suhu 35 - 37 °C,
contohnya Aspergillus sp. dan beberapa pada suhu yang lebih tinggi.
Sejumlah
kapang ada yang bersifat psychrophylik, yaitu dapat tumbuh baik pada suhu
pembekuan atau sedikit diatasnya, dan beberapa malahan tumbuh secara
perlahan-lahan dibawah suhu pembekuan yaitu antara -5 sampai -10 °C. Ada pula
beberapa kapang yang thermophylic yaitu mempunyai suhu optimum yang tinggi.
Umumnya
kisaran suhu pertumbuhan untuk khamir (sebagian besar) adalah serupa dengan
kapang, dengan suhu optimum sekitar 25 - 30 °C dan suhu maksimum kira-kira 35 -
47 °C. Beberapa macam khamir dapat tumbuh pada suhu 0 °C atau kurang dari 0 °C.
Konsentrasi
ion hidrogen yang aktif yang biasa dinyatakan dengan pH sering menentukan macam
mikroba yang tumbuh dalam makanan dan produk yang dihasilkan. Setiap mikroba
masing-masing mempunyai pH optimum, minimum dan maksimum untuk pertumbuhannya.
Sebagian
besar bakteri tumbuh paling baik pada pH mendekati netral, tetapi beberapa
bakteri menyukai suasana asam dan yang lain dapat tumbuh dengan sedikit asam
atau dalam suasana basa.
Sebagian
besar kapang dapat tumbuh pada kisaran pH yang lebar yaitu 2, 8,5, tetapi
biasanya senang hidup pada pH asam.
Pertumbuhan
khamir pada umumnya lebih baik pada suasana asam dengan pH 4,0 - 4,5 dan khamir
ini tidak akan tumbuh dengan baik pada suasana basa.
Berdasarkan
proses respirasinya, mikroba dibagi menjadi 4 golongan ynitu aerobik,
anaerobik, fakultatif dan mikroaerophylik.
Mikroba
termasuk golongan aerobik, bila untuk tumbuhnya memerlukan molekul oksigen
bebas, dan golongan anaerobik tidak memerlukan oksigen dan tumbuh dengan baik
tanpa adanya oksigen bebas, sedangkan golongan fakultatif bila dapat tumbuh
dengan atau tanpa oksigen bebas. Mikroba yang mikroaerophylik membutuhkan hanya
sejumlah kecil oksigen bebas.
Beberapa
bakteri tergolong bakteri aerob dapat menggunakan oksigen yang berasal dari
hasil reduksi nitrat menjadi nitrit.
Kapang-kapang
yang tumbuh pada makanan, umumnya adalah aerobik karena membutuhkan oksigen
untuk tumbuh. Demikian pula dapat lumbuh paling baik pada keadaan aerobik,
tetapi jenis khamir fermentatif dapat tumbuh secara perlahan-lahan pada keadaan
anaerobik.
Enzim yang
ada pada bahan pangan dapat berasal dari mikroba atau memang sudah ada pada
bahan pangan tersebut secara normal. Enzim ini memungkinkan teijadinya
reaksi-reaksi kimia dengan lebih cepat tergantung dari enzim yang ada, dan
dapat mengakibatkan bermacam-macam perubahan pada komposisi bahan pangan.
Jika enzim
telah diinaktifkan baik oleh panas, secara kimia, radiasi atau perlakuan
lainnya, maka tentu saja reaksi-reaksi tersebut berjalan sangat lambat atau
berhenti sama sekali. Beberapa reaksi enzim yang tidak berlebihan bahkan dapat
menguntungkan kita, misalnya pada pematangan tomat sesudah dipetik, atau pada
pengempukan daging selama ageing dengan enzim pepsin (proteinase). Tetapi
pengempukan dan pematangan yang berlebihan dapat menyebabkan kebusukan.
Keaktifan
maksimum dari enzim pada umumnya terletak antara pH 4, 8, atau di sekitar pH 6.
Tetapi pepsin masih aktif sampai pH 2, dan enzim phosphatase di dalam darah
aktif sampai pH 9.
Jika
makanan disterilisasi atau dipasteurisasi untuk menginaktifkan mikroba, maka
enzim akan sebagian atau seluruhnya rusak dan inaktif. Juga jika makanan
didinginkan dengan tujuan untuk mengurangi aktifitas mikroba, maka keaktifan
enzim-enzim didalamnya juga akan terhambat.
Beberapa
enzim mungkin lebih tahan terhadap pemanasan, pendinginan, pengeringan, radiasi
atau cara-cara pengawetan lainnya daripada mikroba. Misalnya pemanasan atau
radiasi mungkin efektif untuk membunuh mikroba, tetapi enzim-enzim tertentu
mungkin masih dapat aktif.
Serangga terutama dapat merusak
buah-buahan, sayuran, biji-bijian dan umbi-umbian. Yang menjadi persoalan bukan
hanya jumlah bahan pangan yang dimakan serangga tersebut, tetapi yang lebih
penting lagi ialah bahwa serangga tersebut akan melukai permukaan bahan pangan
sehingga dapat menyebabkan kontaminasi oleh bakteri, khamir atau kapang.
Pada
biji-bijian atau buah-buahan kering biasanya serangga dapat dicegah secara
fumigasi dengan beberapa zat kimia seperti metil bromida, etilen oksida dan
propilen oksida. Etilen dan propilen oksida tidak boleh digunakan untuk bahan
pangan yang mempunyai kadar air tinggi karena kemungkinan dapat membentuk
racun.
Telur-telur
serangga dapat tertinggal di dalam makanan sebelum dan setelah pengolahan,
misalnya di dalam tepung. Untuk menghancurkan telur- telur serangga tersebut
biasanya tepung dilewatkan di dalam centrifuge, sehingga dengan
benturan-benturan yang keras dari dinding centrifuge telur- telur akan pecah.
Meskipun pecahan telur tersebut masih tetap tertinggal di dalam tepung, tetapi
tidak dapat memperbanyak diri lebih lanjut.
Parasit
yang banyak ditemukan di dalam daging babi misalnya adalah cacing pita
(Trichinosis nematode) yang masuk ke dalam tubuh babi melalui sisa-sisa makanan
yang mereka makan. Daging babi yang tidak dimasak dapat menjadi sumber
kontaminasi pada manusia. Nematode mungkin dapat dihancurkan dengan pembekuan.
Tikus
merupakan persoalan yang penting di Indonesia, khususnya merupakan ancaman yang
berbahaya baik terhadap hasil biji-bijian sebelum dipanen maupun di dalam
gudang. Tikus bukan hanya merugikan karena jumlah bahan yang dimakan oleh
tikus, tetapi juga kotoran, rambut dan urine tikus tersebut dapat merupakan
media yang baik untuk bakteri dan dapat menimbulkan bau yang tidak enak.
·
Pemanasan
dan Pendinginan
Pemanasan
dan pendinginan yang tidak diawasi dengan teliti dapat menyebabkan kebusukan
bahan pangan. Bila pemanasan dilakukan pada suhu 10-38 °C, maka untuk setiap
kenaikan suhu 10 °C kecepatan reaksi termaksuk reaksi enzimatik dan
non-enzimatik rata-rata akan bertambah dua kali lipat. Pemanasan yang
berlebihan dapat menyebabkan denaturasi protein, pemecahan amulsi,
menghancurkan vitamin dan degradasi lemak atau minyak.
Pembekuan
yang dilakukan terhadap buah-buahan dan sayuran akan menyebabkan bahan tersebut
mengalami thawing setelah dikeluarkan dari tempat pembekuan sehingga teksturnya
menjadi lunak, dan dapat menyebabkan kontaminasi oleh mikroba. Keadaan ini juga
dapat terjadi pada bahan pangan yang berbentuk cairan, misalnya pada susu. Jika
susu dibekukan, emulsinya akan pecah dan lemaknya terpisah. Pembekuan juga
dapat menyebabkan denaturasi protein susu dan menyebabkan penggumpalan.
Buah-buahan
dan sayuran setelah dipanen membutuhkan suhu penyimpangan yang optimum, seperti
juga kehidupan yang lain. Suhu pendinginan sekitar 4,5 °C dapat mencegah atau
memperlambat proses pembusukan.
·
Kadar
Air
Kadar air
pada permukaan bahan dipengaruhi oleh kelembaban nisbi RH udara disekitarnya.
Bila kadar air bahan rendah sedangkan RH disekitarnya tinggi, maka akan terjadi
penyerapan uap air dari udara sehingga bahan menjadi basah atau kadar airnya
menjadi lebih tinggi. Bila suhu bahan lebih rendah (dingin) akan terjadi
kondensasi udara pada permukaan bahan dan dapat merupakan media yang baik bagi
perkembangbiakan bakteri atau pertumbuhan kapang. Kondensasi ini tidak selalu
berasal dari luar bahan. Di dalam pengepakan, beberapa bahan pangan seperti
buah-buahan dan sayuran dapat menghasilkan air dari respirasi dan transpirasi.
Air ini dapat membantu pertumbuhan mikroba.
Bahan
pangan kering juga dapat menghasilkan air misalnya jika suhu naik selama
pengepakan, akibatnya kelembaban nisbi pada permukaan akan berubah. Uap air ini
kemudiandapat berkondensasi pada permukaan bahan pangan, terutama jika suhu
penyimpanan menurun.
Udara dan
oksigen selain dapat merusak vitamin terutama vitamin A dan C, warna bahan
pangan, flavor dan kandungan lain, juga panting untuk pertumbuhan kapang. Pada
umumnya kapang adalah aerobik oleh karena itu sering ditemukan tumbuh diatas
permukaan bahan pangan.
Oksigen
dapat dikurangi jumlahnya dengan cara mengisap udara keluar secara vakum atau
penambahan gas inert selama pengolahan, mengganti udara derigan nitrogen (N)
atau C02, atau dengan menangkap molekul oksigen dengan pereaksi
kimia. Pada bahan pangan yang mengandung lemak, oksigen dapat menyebabkan
tengik.
Sinar
dapat merusakkan beberapa vitamin terutama riboflavin, vitamin A dan vitamin A,
juga dapat merusakan warna bahan pangan. Misalnya susu yang disimpan di dalam
botol yang tembus cahaya flavornya dapat berubah karena terjadinya oksidasi
lemak dan perubahan protein yang dikatalis oleh sinar. Bahan-bahan yang
sensitif terhadap sinar dapat dilindungi dengan cara pengepakan di dalam bahan
yang tidak tembus sinar.
Sesudah
penyembelihan, pemanenan atau pengolahan terdapat saat dimana bahan pangan
mempunyai mutu yang terbaik, tetapi hal ini hanya berlangsung sementara.
Tergantung
pada derajat kematangan waktu pemanenan, beberapa bahan pangan dapat menurun
mutunya dalam satu atau dua hari, atau dalam beberapa jam setelah pemanenan
atau pemotongan.
Pertumbuhan
mikroba, keaktifan enzim, kerusakan oleh serangga, pengaruh pemanasan atau
pendinginan, kadar air, oksigen dan sinar, semua dipengaruhi oleh waktu. Waktu
yang lebih lama akan menyebabkan kerusakan yang lebih besar; kecuali yang
terjadi pada keju, minuman anggur, wisky dan lain-lainnya yang tidak rusak
selama ageing.
.BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Jenis-jenis kerusakan bahan pangan
dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu kerusakan mikrobiologis, mekanis,
fisik, blologis, dan kimia.
2. Tanda-tanda
kerusakan pada umbi-umbian bisa diamati dengan panca indra apabila bentuknya
tidak sesuai dengan nalar berarti bahan bisa digolongkan krdalam bahan yang
rusak.
3. Kerusakan bahan pangan dapat disebabkan
oleh faktor-faktor sebagai berikut: pertumbuhan dan aktifitas mikroba terutama
bakteri, kapang dan khamir, aktifitas enzim-enzim di dalam bahan pangan,
serangga, parasit dan tikus suhu termasuk suhu pemanasan dan pendinginan, kadar
air, udara termasuk oksigen, sinar dan waktu.
3.2
SARAN
Perhatikan
faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyimpanan sebelum melakukan
penyimpanan bahan pangan misalnya umbi-umbian, ataupun jenis bahan makanan
lainnya.
19.
DAFTAR
PUSTAKA
Purwanto,
Heri.1999 . ”Menyimpan Bahan Pangan”. Jakarta: Penebar swadaya.
Anonim.
2009. Budidaya Kentang.
Di akses dalam URL : http://ayobertani.wordpress.com/2009/04/30/budidaya-kentang/
Pada hari Kamis, 7 Maret 2013 Pukul 18:00 WITA.
Anonim.
2012. Kerusakan Tanaman oleh Pengganggu.
Di akses dalam URL : http://pagemenu.blogspot.com/2012/11/kerusakan-tanaman-oleh-pengganggu.html
Pada hari Kamis, 7 Maret 2013 Pukul 18:25 WITA.
Anonim.
2008. Kerusakan Pangan.
Di
akses dalam URL : http://www.gogreen.web.id/2008/04/kerusakan-pangan_23.html
Pada hari Kamis, 7 Maret 2013 Pukul 18:40 WITA.
Andi
Mardhiyansyah Idris. 2011. Analisis Umbi-Umbian.
Di
akses dalam URL: http://andimardhiyahidris.blogspot.com/2011/11/analisis-umbi-umbian.html
Pada hari Kamis, 7 Maret 2013 Pukul 19:06 WITA.