Rabu, 15 Mei 2013

MAKALAH KERUSAKAN UMBI-UMBIAN


KATA PENGANTAR

         Puji syukur penulis panjatkan  kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terwujud dan terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.
         Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki. Namun kiranya sedikit banyak dapat menjadikan acuan bagi kita semua dan semoga kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
         Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Demikian dengan makalah ini. Penulis harapkan masukan berupa saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

 Mataram,  Maret  2013


Penulis,







ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul                                                                                                                 
Kata Penghantar...........................................................................................................             ii
Daftar Isi......................................................................................................................            iii
BAB I
PENDAHULUAN.......................................................................................................             1
      1.1. Latar Belakang................................................................................................             1
      1.2. Rumusan Masalah............................................................................................             2
      1.3. Tujuan .............................................................................................................             2
      1.4. Manfaat …......................................................................................................             2
BAB II
PEMBAHASAN..........................................................................................................             3
      2.1 Jenis-Jenis Kerusakan pada Umbi-Umbian......................................................             3
      2.2 Tanda-Tanda Kerusakan pada Umbi-Umbian..................................................             7
      2.3 Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan pada Umbi-Umbian................................             8
BAB III
PENUTUP ...................................................................................................................           19
      3.1. Kesimpulan .....................................................................................................           19
      3.2. Saran................................................................................................................           19
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................                     
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Bumi Indonesia terdiri dari tanah-tanah pertanian yang subur, dengan pengolahan yang baik sesuai dengan yang dianjurkan oleh para pakar pertanian akan mampu berproduksi bila ditanami sejenis atau beberapa jenis tanaman yang memang telah tumbuh di bagian bumi ini sendiri, di daerah-daerah tropis lainnya, bahkan juga tanaman yang tumbuh di daerah-daerah subtropis dan sementara tanaman yang berasal dari daerah dingin. Perhatikan saja tanaman apel, coklat, kentang dan lain-lain dapat menghasilkan dengan baik  jika ditanam dibagian bumi kita. Jadi selain buah-buahan, sayur-sayuran, umbi-umbian pun merupakan bahan pangan yang potensial dapat mencukupi kebutuhan bahan pangan penduduk Indonesia yang dapat diusahakan di bumi Indonesia sendiri, bahkan kelebihannya dapat diekspor guna mencukupi kebutuhan bahan pangan dan industri di belahan-belahan bumi lainnya.
       Perhatikan saja ubi kayu, ubi rambat, kentang, talas, demikian pula wortel yang banyak diperlukan karena banyak mengandung karoten. Karena hasilnya berlebihan (terutama ubi kayu dan ubi rambat) dan belum diolah menjadi bahan-bahan yang dapat diekspor, maka kelebihan itu sering mubazir dan kerap kali harus terbuang karena kerusakan atau pembusukan.
       Umbi-umbian adalah bahan nabati yang diperoleh dari dalam tanah, misalnya ubi kayu, ubi jalar, kentang, garut, kunyit, gadung, bawang, jahe, kencur, talas, kimpul, gembili, ganyong, bengkoang dan sebagainya. Pada umumnya umbi-umbian tersebut merupakan sumber karbohidrat terutama pati atau merupakan sumber cita rasa dan aroma karena mengandung oleoresin.

1.
       Umbi-umbian dapat dibedakan berdasarkan asalnya yaitu umbi akar dan umbi batang.  Umbi akar atau batang sebenarnya merupakan bagian akar atau batang yang digunakan sebagai tempat menyimpan makanan cadangan. Yang termasuk umbi akar misalnya ubi kayu dan bengkuang, sedangkan ubi jalar, kentang, dan gadung merupakan umbi batang.

1.2 Rumusan Masalah
            1.   Apa saja jenis-jenis kerusakan pada umbi-umbian ?
            2.   Apa saja tanda-tanda kerusakan pada umbi-umbian ?
3.   Faktor yang menyebabkan kerusakan pada bahan pangan khususnya umbi-umbian?

1.3 Tujuan
1.      Menjelaskan berbagai jenis kerusakan umbi-umbian.
2.      Menjelaskan berbagai tanda-tanda kerusakan pada umbi-umbian.
3.      Menjelaskan factor-faktor apa saja yang menyebabkan kerusakan pada bahan pangan khususnya umbi-umbian.

1.4 Manfaat
1.      Mengetahui berbagai jenis kerusakan umbi-umbian (ubi jalar, ubi kayu, kentang, talas bengkuang).
2.      Mengetahui berbagai tanda-tanda kerusakan yang terjadi pada umbi-umbian (ubi jalar, ubi kayu, kentang, talas bengkuang).
3.      Mengetahui factor-faktor apa saja yang menyebabkan kerusakan pada umbi-umbian.



2.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Jenis-Jenis Kerusakan pada Umbi-Umbian
Umbi-umbian merupakan hasil tanaman sumber karbohidrat yang cukup penting di samping serelia. Yang termasuk jenis umbi-umbian adalah ubi kayu, ubi jalar, talas, kentang, bentul, uwi, dan sebagainya. Jenis umbi-umbian yang mengandung peranan penting di Indonesia terutama ubi kayu dan ubi jalar. Umbi-umbian selain sebagai sumber karbohidrat juga merupakan sumber cita rasa dan aroma karena mengandung aleoresin.
Kerusakan yang terjadi pada umbi-umbian adalah terjadinya perubahan warna pada daging ubi kayu segar menjadi coklat. Proses ini biasanya disebut kepoyoan. Proses kepoyoan pada ubi kayu dapat diakibatkan oleh reaksi pencoklatan secara enzimatis yang menyebabkan rasa ubi kayu menjadi pahit dan teksturnya mengeras.
Kerusakan lain dapat berupa kulit terkelupas, memar dan terpotong secara mikrobiologis ditandai pertumbuhan kapang Secara kimia disertai dengan perubahan warna kebiru-biruan, coklat serta kehitaman oleh enzim ataupun bukan.Secara biologis ditandai dengan adanya bekas gigitan/lubang.
Pada umumnya, umbi-umbian mengandung kadar protein lebih rendah dibanding serelia, hanya sekitar 0,5-1,5 g% tetapi kandungan protein ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelompok ekstrak tepung. Jenis umbi yang termasuk bahan makanan pokok yang cukup berarti di Indonesia adalah singkong dan ubi jalar, sedangkan talas dan gadung tidak memegang peranan penting sebagai bahan pokok. .
Bila ditinjau dari penyebabnya, maka kerusakan bahan pangan dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu kerusakan mikrobiologis, mekanis, fisik, blologis, dan kimia.




3.
·       Kerusakan Mikrobiologis
Bermacam-macam mikroba seperti kapang, bakteri dan ragi mempunyai daya perusak terhadap bahan hasil pertanian, Cara perusakannya adalah dengan cara menghidrolisa atau mendegradasi makromolekul- makromolekul yang menyusun bahan tersebut menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil. Misalnya karbohidrat menjadi gula sederhana atau pemecahan lebih lanjut dari gula menjadi asam-asam yang mempunyai atom karbon yang rendah. Protein dapat dipecahkan menjadi gugusan peptida dan senyawa amida serta gas amoniak. Sedangkan lemak dapat pecah menjadi gliserol dan asam-asam lemak.
Dengan terpecahnya karbohidrat (pati, pektin atau selulosa), maka bahan dapat mengalami pelunakan. Terjadinya asam dapat menurunkan pH, dan terbentuknya gas-gas hasil pemecahan dapat mempengaruhi bau dan citarasa bahan
Kerusakan mikrobiologis ini merupakan bentuk kerusakan, yang banyak merugikan serta kadang-kadang berbahaya terhadap kesehatan manusia, karena racun yang diproduksi, penularan serta penjalaran kerusakan yang cepat.
Pada umumnya kerusakan mikrobiologis tidak hanya terjadi pada bahan mentah, tetapi juga pada bahan setengah jadi maupun bahan hasil olahan.
Bahan-bahan yang telah rusak oleh mikroba dapat menjadi sumber kontaminasi yang berbahaya bagi bahan-bahan lain yang masih sehat atau segar. Karena bahan yang sedang membusuk mengandung mikroba-mikroba yang masih muda dan dalam pertumbuhan ganas (log phase), sehingga dapat menular dengan cepat ke bahan-bahan lain yang ada didekatnya.
 
Kerusakan mekanis disebabkan karena adanya benturan-benturan mekanis, misalnya benturan antara bahan itu sendiri atau karena benturan alat dengan bahan tersebut. Waktu pelemparan bahan ke dalam unggukan atau ke dalam wadah banyak menyebabkan terjadinya saling benturan satu lama lain atau dengan dinding wadah.
Beberapa umbi-umbian mengalami cacat karena tersobek atau terpotong oleh cangkul atau alat penggali yang lain. Tertindihnya bahan- bahan pangan oleh benda Iain dapat menyebabkan kerusakan bahan secara mekanis.
Banyak kerusakan mekanis tersebut terjadi selama pengangkutan. Barang-barang yang diangkut secara bulk transportation, bagian bawahnya akan tertindih dan tertekan dari bagian atas dan sampingnya sehingga mengalami pememaran, apalagi dalam kendaraan yang sedang berjalan seolah-olah, bahan-bahan yang ada di dalam digoncang dengan kuat, sehingga banyak mengalami kerusakan mekanis.


Kerusakan mekanis juga dapat disebabkan karena bahan jatuh dari tangan atau alat pengangkutan, sehingga terbentur dengan benda-benda keras seperti batu atau tanah, yang dapat mengalami pememaran dan kerusakan. Semua bentuk kerusakan tersebut direbut kerusakan mekanis.
Kerusakan fisik ini disebabkan karena perlakuan-perlakuan fisik. Misalnya dalam pengeringan terjadi case hardening. Dalam pendinginan terjadi chilling injuries atau freezing injuries dan freezer burn pada bahan yang dibekukan. Pada penggorengan atau pembakaran yang terlalu lama sehingga kegosongan,juga merupakan kerusakan fisik.


5.
Kerusakan dingin (chilling injuries) ini mungkin disebabkan oleh suatu toksin yang terdapat dalam tenunan hidup. Dalam keadaan netral, toksin ini dapat dinetralkan (detoksifikasi) oleh senyawa lain. Didalam tanaman diduga toksin yang dikeluarkan adalah asam chlorogenat yang dapat dinetralkan oleh asam askorbat. Tetapi pada proses pendinginan (chilling) kecepatan produksi toksin akan bertambah cepat, sedangkan detoksifikasi menurun, sehingga sel-sel akan keracunan dan mati, kemudian membusuk.
Kerusakan-kerusakan yang terjadi karena lembabnya penyimpanan dapat menyebabkan (water acitivity) dari bahan meninggi, sehingga memberi peluang kepada bentuk-bentuk kerusakan mikrobiologis untuk ikut aktif. Pada umumnya kerusakan fisik terjadi bersama-sama dengan bentuk kerusakan lainnya.
Penggunaan suhu yang terlalu tinggi dalam pengolahan bahan pangan menyebabkan citarasa menyimpang dan kerusakan terhadap kandungan vitaminnya. Penggunaan suhu tinggi tersebut menyebabkan thermal degradation dari senyawa-senyawa dalam bahan sehingga terjadi penyimpangan-penyimpangan mutu bahan. Adanya sinar juga dapat merangsang terjadinya kerusakan bahan, misalnya pada lemak.

Yang dimaksud dengan kerusakan biologis yaitu kerusakan yang disebabkan karena kerusakan fisiologis, serangga dan binatang pengerat (rodentia).
Kerusakan fisiologis meliputi kerusakan yang disebabkan oleh reaksi- reaksi metabolisme dalam bahan atau oleh enzim-enzim yang terdapat di dalamnya secara alami sehingga terjadi proses autolisis yang terakhir dengan kerusakan dan pembusukan

6.
Pada perubahan pH, misalnya suatu jenis pigmen dapat mengalami perubahan warna, seperti khlorophyl dan anthocyanin. Penyimpangan warna normal sexing diartikan dengan kerusakan. Demikian juga terhadap protein yang oleh perbedaan pH dapat mengalami denaturasi dan penggumpalan. Disamping itu pemanasan suatu bahan yang mengandung protein, juga dapat menyebabkan denaturasi dan penggumpalan.
Terjadinya noda-noda hitam pada makanan kaleng yang disebabkan oleh senyawa FeS adalah merupakan kerusakan kimia yang disebabkan karena coating atau enamel dari lapisan dalam kaleng tidak baik dan mengadakan reaksi dengan H S yang diproduksi oleh makanan tersebut.
Reaksi browning pada beberapa bahan dapat terjadi secara enzimatis maupun non-enzimatis. Browning secara non-enzimatis ini dapat menyebabkan timbulnya warna yang tidak diinginkan yaitu coklat, dan hal ini merupakan kerusakan kimia.


df.jpg
 

2.1    Tanda-Tanda Kerusakan Pada Bahan Pangan Khususnya Umbi-Umbian
Suatu bahan rusak bila menunjukkan adanya penyimpangan yang melewati batas yang dapat diterima secara normal oleh panca indera atau parameter lain yang biasa digunakan.
Proses pematangan bahan makanan tertama buah merupakan suatu rangkaian reaksi kimia yang panjang, yang dapat berakhir dengan degradasi tenunan yang mengakibatkan kematian sel dan pembusukan. Demikian pula halnya dengan sayuran, jadi disini terjadinya atau mulai terjadinya kebusukan merupakan suatu tanda kerusakan.
Beberapa bahan dianggap rusak bila menunjukkan penyimpangan konsistensi serta tekstur dari keadaan yang normal. Bahan yang secara normal berkonsistensi kental, tetapi bila dalam keadaannya mempunyai konsistensi encer, maka hal ini merupakan suatu

7.
kerusakan. Demikian juga bahan hasil pertanian yang secara normal mempunyai tekstur yang keras seperti kentang, ubi jalar, wortel dan lain-lain bila menjadi lunak dalam keadaan segar, maka bahan tersebut berarti sudah mengalami kerusakan.
Beberapa bahan jadi misalnya sayur asin yang mempunyai rasa dan bau asam bukanlah berarti rusak, karena sayur asin memang secara normal dikehendaki asam rasanya. Tetapi kalau sayur asin menjadi berlendir dan berbau busuk, maka hal ini merupakan suatu tanda kerusakan. Contoh lain yaitu pada makanan kaleng, tanda-tanda kerusakan yang terjadi dapat berupa pH yang menyimpang, terjadinya penggembungan kaleng, bau busuk dan warna yang menyimpang.
Beberapa bahan yang digoreng disebut rusak apabila terjadi kegosongan yang menyebabkan karena pemanasan terlalu lama atau penggunaan suhu yang terlalu tinggi. Demikian pula terjadinya reaksi browning yang tidak diinginkan merupakan salah satu tanda kerusakan.
Banyak dari bahan-bahan yang dikeringkan menjadi berwarna hitam dan ditumbuhi kapang. Beberapa hasil pertanian yang ditumbuhi kapang dengan tanda-tanda adanya mycellium dan spora yang tumbuh pada permukaan bahan yang secara normal tidak ada, merupakan suatu tanda terjadinya kerusakan.
Tanda-tanda kerusakan fisik dapat dijumpai pada bahan-bahan hasil pertanian yang mengalami serangan serangga atau tikus sehingga bentuk- bentuk fisiknya menjadi berlubang atau adanya bekas-bekas gigitan. Terdapatnya kepompong, ulat dan sebagainya. Sering digunakan sebagai tanda kerusakan.

2.2    Faktor Utama Penyebab Kerusakan Pada Pangan Khusunya Umbi-Umbian
Kerusakan bahan pangan dapatdisebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: pertumbuhan dan aktifitas mikroba terutama bakteri, kapang dan khamir, aktifitas enzim-enzim di dalam bahan pangan, serangga, parasit dan tikus suhu termasuk suhu pemanasan dan pendinginan, kadar air, udara termasuk oksigen, sinar dan waktu.

·                     Bakteri, Kapang dan Khamir
Mikroba penyebab kebusukan pangan dapat ditemukan dimana saja baik di tanah, air, udara, di atas kulit atau bulu dari ternak, dan di dalam usus. Beberapa mikroba juga ditemukan di atas kulit buah-buahan, sayuran, biji - bijian dan kacang-kacangan.
Mikroba biasanya secara normal tidak ditemukan di dalam tenunan hidup misalnya daging hewan, daging buah atau air buah. Bakteri mempunyai beberapa bentuk misalnya bentuk cocci pada Streptococcus sp., Micrococcus sp., dan Sarcina sp., bentuk cambuk pada hocilli, dan bentuk spiral pada spirilla dan vibrios (Gambar 3.1). Bakteri yang terdapat di dalam makanan mempunyai ukuran yang sangat kecil, yaitu sebagian besar mempunyai ukuran panjang sel satu sampai beberapa mikron (1 mikron = 1/1000mm).
eberapa bakteri dapat membentuk spora dan tahan terhadap panas, porubahan kimia dan perubahan lain-lainnya. Spora bakteri ini jauh lebih tahan dari khamir atau kapang, dan lebih tahan terhadap pengolahan daripada enzim. Pengolahan dengan sterilisasi terutama ditujukan terhadap spora bakteri yang mempunyai daya tahan panas yang tinggi. Khamir mempunyai ukuran panjang sel 20 mikron atau lebih. Sebagian besar khamir berbentuk bulat atau lonjong (elips).
 
Kapang berukuran lebih besar dan lebih kompleks. Kapang tumbuh seperti buku atau rambut yang disebut mycelia, dan pada ujungnya berbentuk seperti buah yang disebut conidia dan mengandung spora kapang. Misalnya kapang hitam pada roti, warna merah jingga pada oncom, atau warna putih dan hitam pada tempe disebabkan oleh warna conidia atau sporanya

Tumbuhnya bakteri, khamir atau kapang di dalam bahan pangan dapat mengubah komposisi bahan pangan. Beberapa diantaranya dapat menghidrolisa pati dan selulosa atau menyebabkan fermentasi gula, sedangkan lainnya dapat menghidrolisa lemakdan menyebabkan ketengikan, atau dapat mencerna protein dan menghasilkan bau busuk dan amoniak. Beberapa mikroba tersebut dapat membentuk lendir, gas, busa, warna, asam, toksin dan lain-lainnya. Jika makanan mengalami kontaminasi secara spontan dari udara, maka akan terdapat pertumbuhan campuran beberapa tipe mikroba.
Bakteri, khamir dan kapang senang akan keadaan yang hangat dan lembab. Sebagian besar bakteri mempunyai suhu pertumbuhan antara 45 - 55 °C dan disebut golongan bakteri thermofilik. Beberapa bakteri mempunyai suhu pertumbuhan antara 20 - 45 °C yang disebut bakteri mesofilik, dan yang lainnya mempunyai suhu pertumbuhan dibawah 20 °C disebut bakteri psikhrofilik. Spora dari kebanyakan bakteri dapat mempertahankan diri pada suhu air mendidih, dan kemudian bila suhu turun akan bergerminasi dan bertambah.
Beberapa bakteri dan semua kapang membutuhkan oksigen untuk tumbuh, disebut mikroba aerobik. Bakteri yang lain malahan tidak dapat tumbuh bila ada oksigen, bakteri demikian disebut bakteri anaerobik.
Dalam keadaan optimum bakteri memperbanyak diri dengan cepat. Dari satu sel menjadi dua hanya memerlukan waktu 20 menit, dan seterusnya tumbuh dan berlipat ganda menurut fungsi eksponensial. Misalnya susu yang pada keadaan tertentu mengandung 100.000 bakteri per ml, jika dibiarkan pada suhu kamar selama 24 jam jumlah bakteri dapat menjadi 25 juta, dan dalam 96 jam dapat menjadi 5.000 juta.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba diantaranya adalah, pH, RH,suhu, oksigen, mineral dan lain-lainnya. berikut ini contoh beberapa bentuk kapang yang diperlihatkan pada Gambar 3.2.





Pertumbuhan mikroba tidak pernah terjadi tanpa adanya air. Air dalam substrat yang dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroba biasanya dinyatakan dengan istilah water activity (aw), yaitu perbandingan antara tekanan uap air dari larutan (P) dengan tekanan uap air murni pada suhu yang sama (P0).

aw = p/p0X
Menurut hukum RAOULT, aw berbanding lurus dengan jumlah molekul di dalam pelarut (solvent) dan berbanding terbalik dengan jumlah molekul di dalam larutan (solution).
dimana:    ny            = jumlah molekul dari zat yang dilarutkan (solute).
     n2        = jumlah molekul pelarut (solvent), yang dimaksud disini adalah air.
     ny + n2 = jumlah molekul di dalam larutan(solution).
Istilah aw dibedakan dengan RH sebagai berikut, yaitu aw digunakan untuk larutan atau bahan makanan, sedangkan RH untuk udara atau ruangan.
Umumnya bakteri membutuhkan air (available water) yang lebih banyak dari kapang dan ragi. Sebagian besar dari bakteri dapat tumbuh dengan baik pada aw mendekati 1,00. Ini berarti bahwa bakteri dapat tumbuh dengan baik dalam konsentrasi gula atau garam yang rendah, kecuali bakteri- bakteri yang mempunyai toleransi terhadap konsentrasi gala dan garam yang tinggi. Media untuk sebagian besar bakteri mengandung gula tidak lebih dari 1% dan garam tidak lebih dari 0,85% (larutan garam fisiologis). Konsentrasi gula 3 - 4% dan garam 1 - 2% dapat menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri.
Water activity (aj yang optimum dan batas terendah untuk tumbuh tergantung dari macam bakteri, makanan, suhu, pH, adanya oksigen, C02 dan senyawa-senyawa penghambat. Contoh batas aw terendah dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Macam bakteri
aw terendah
Paseudomonas
0,97
Achromobacter
0,96
Eschericia coli
0.96
Bacillus subtilis
0,95
Aerofiacter aerogenes
0.9 5
Staphylococcus aureus
0,86
Clostridium botulinum
0,95
Tabel. Batas aw terendah untuk beberapa macam bakteri.

Disamping itu ada bakteri lain yang dapat tumbuh pada aw dibawah 0,90. Contohnya aw terendah dari bakteri halophylik (tahan garam) adalah 0,75, sedangkan untuk bakteri xerophylik adalah 0,65 Staphylococcus aureus dan Salmonella sp., mempunyai aw optimum 0,99, untuk Eschericia coli 0,99 dan untuk Streptococcus fa'ecalis 0,98.
Pada umumnya sebagian besar dari kapang membutuhkan aw yang lebih sedikit daripada khamir dan bakteri. Hal inilah yang menyebabkan makanan-makanan yang dikeringkan lebih banyak dirusak oleh kapang daripada oleh bakteri dan khamir
Water activity optimum dan kisaran aw untuk spora-spora aseksual bergerminasi adalah berbeda-beda untuk tiap-tiap kapang. Pada beberapa I- kapang, aw minimum untuk spora-spora bergerminasi adalah 0,62, sedangkan untuk kapang lain seperti Mucor, Rhizopus dan Botrytis adalah 0,93.
Setiap kapang mempunyai aw minimum untuk tumbuh. Contohnya aw optimum untuk Aspergillus sp. adalah 0,98 dan untuk Pennicillium sp. adalah 0,99. Untuk mencegah pertumbuhan kapang sebaiknya aw diturunkan hingga dibawah 0,62, walaupun pada aw dibawah 0,70 sudah dapat mencegah pertumbuhan kapang perusak makanan, sedangkan aw dibawah 0,94 akan menghambat pertumbuhan Rhizopus dan dibawah 0,85 akan menghambat pertumbuhan Aspergillus sp.
Pengurangan aw dibawah batas optimum untuk kapang, akan menunda proses germinasi dan mengurangi kecepatan pertumbuhan. Hal ini merupakan faktor penting dalam pengawetan makanan Kadar air 14 15% pada tepung terigu dan beberapa buah-buahan yang dikeringkan sudah cukup untuk mencegah pertumbuhan kapang.
Sebagian besar dari khamir tumbuh baik dengan persediaan air yang banyak atau pada aw yang tinggi. Tetapi karena banyak khamir yang dapat tumbuh pada konsentrasi gula dan garam yang lebih tinggi daripada bakteri, maka dapatlah ditarik kesimpulan bahwa khamir ini membutuhkan air yang lebih sedikit daripada bakteri. Tetapi kebanyakan khamir membutuhkan air yang lebih banyak daripada kapang.

Umumnya batas aw terendah untuk khamir adalah sekitar 0,88 0,94. Untuk khamir pada bir, aw minimum yang dibutuhkan adalah 0,94, sedangkan untuk khamir yang biasa tumbuh pada susu kental manis adalah 0,90 dan untuk khamir pada roti adalah 0,91. Khamir yang bersifat osmophylic dapat terhenti pertumbuhannya dalam larutan garam dan gula (sirup) yang mempunyai aw < 0,78.
Setiap mikroba, baik bakteri, kapang dan khamir mempunyai suhu optimum, suhu minimum dan suhu maksimum untuk tumbuh. Suhu optimum terendah dimana mikroba masih dapat tumbuh dan suhu maksimum yaitu suhu tertinggi untuk pertumbuhan mikroba.
1. Bakteri
Suhu pertumbuhan untuk setiap bakteri berbeda-beda. Bakteri psychrophylic (cryophylic) dapat tumbuh dengan kecepatan yang relatif tinggi pada suhu 0 °C. Bakteri psychrotrophyc dapat tumbuh pada suhu lemari es dibawah 10 °C
Berdasarkan suhu optimumnya yaitu antara 20 °C dan 45 °C, kebanyakan bakteri tersebut digolongkan dalam bakteri maesophylic. Bakteri-bakteri yang mempunyai suhu optimum diatas 45 °C termasuk golongan thermophylic dan bakteri ini ada yang obtigat atau fakultatif thermophylic. Perubahan suhu yang sedikit saja, akan menghasilkan pertumbuhan bakteri yang berbeda.
2. Kapang
Kebanyakan kapang adalah mesophylic dan mempunyai suhu optimum sekitar 25 - 30 °C atau suhu kamar, tetapi beberapa kapang dapat tumbuh baik pada suhu 35 - 37 °C, contohnya Aspergillus sp. dan beberapa pada suhu yang lebih tinggi.
Sejumlah kapang ada yang bersifat psychrophylik, yaitu dapat tumbuh baik pada suhu pembekuan atau sedikit diatasnya, dan beberapa malahan tumbuh secara perlahan-lahan dibawah suhu pembekuan yaitu antara -5 sampai -10 °C. Ada pula beberapa kapang yang thermophylic yaitu mempunyai suhu optimum yang tinggi.
3. Khamir
Umumnya kisaran suhu pertumbuhan untuk khamir (sebagian besar) adalah serupa dengan kapang, dengan suhu optimum sekitar 25 - 30 °C dan suhu maksimum kira-kira 35 - 47 °C. Beberapa macam khamir dapat tumbuh pada suhu 0 °C atau kurang dari 0 °C.

4. KonsentrasiIon Hidrogen (pH)
Konsentrasi ion hidrogen yang aktif yang biasa dinyatakan dengan pH sering menentukan macam mikroba yang tumbuh dalam makanan dan produk yang dihasilkan. Setiap mikroba masing-masing mempunyai pH optimum, minimum dan maksimum untuk pertumbuhannya.
Sebagian besar bakteri tumbuh paling baik pada pH mendekati netral, tetapi beberapa bakteri menyukai suasana asam dan yang lain dapat tumbuh dengan sedikit asam atau dalam suasana basa.
Sebagian besar kapang dapat tumbuh pada kisaran pH yang lebar yaitu 2, 8,5, tetapi biasanya senang hidup pada pH asam.
Pertumbuhan khamir pada umumnya lebih baik pada suasana asam dengan pH 4,0 - 4,5 dan khamir ini tidak akan tumbuh dengan baik pada suasana basa.
Berdasarkan proses respirasinya, mikroba dibagi menjadi 4 golongan ynitu aerobik, anaerobik, fakultatif dan mikroaerophylik.
Mikroba termasuk golongan aerobik, bila untuk tumbuhnya memerlukan molekul oksigen bebas, dan golongan anaerobik tidak memerlukan oksigen dan tumbuh dengan baik tanpa adanya oksigen bebas, sedangkan golongan fakultatif bila dapat tumbuh dengan atau tanpa oksigen bebas. Mikroba yang mikroaerophylik membutuhkan hanya sejumlah kecil oksigen bebas.
Beberapa bakteri tergolong bakteri aerob dapat menggunakan oksigen yang berasal dari hasil reduksi nitrat menjadi nitrit.
Kapang-kapang yang tumbuh pada makanan, umumnya adalah aerobik karena membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Demikian pula dapat lumbuh paling baik pada keadaan aerobik, tetapi jenis khamir fermentatif dapat tumbuh secara perlahan-lahan pada keadaan anaerobik.
Enzim yang ada pada bahan pangan dapat berasal dari mikroba atau memang sudah ada pada bahan pangan tersebut secara normal. Enzim ini memungkinkan teijadinya reaksi-reaksi kimia dengan lebih cepat tergantung dari enzim yang ada, dan dapat mengakibatkan bermacam-macam perubahan pada komposisi bahan pangan.

Jika enzim telah diinaktifkan baik oleh panas, secara kimia, radiasi atau perlakuan lainnya, maka tentu saja reaksi-reaksi tersebut berjalan sangat lambat atau berhenti sama sekali. Beberapa reaksi enzim yang tidak berlebihan bahkan dapat menguntungkan kita, misalnya pada pematangan tomat sesudah dipetik, atau pada pengempukan daging selama ageing dengan enzim pepsin (proteinase). Tetapi pengempukan dan pematangan yang berlebihan dapat menyebabkan kebusukan.
Keaktifan maksimum dari enzim pada umumnya terletak antara pH 4, 8, atau di sekitar pH 6. Tetapi pepsin masih aktif sampai pH 2, dan enzim phosphatase di dalam darah aktif sampai pH 9.
Jika makanan disterilisasi atau dipasteurisasi untuk menginaktifkan mikroba, maka enzim akan sebagian atau seluruhnya rusak dan inaktif. Juga jika makanan didinginkan dengan tujuan untuk mengurangi aktifitas mikroba, maka keaktifan enzim-enzim didalamnya juga akan terhambat.
Beberapa enzim mungkin lebih tahan terhadap pemanasan, pendinginan, pengeringan, radiasi atau cara-cara pengawetan lainnya daripada mikroba. Misalnya pemanasan atau radiasi mungkin efektif untuk membunuh mikroba, tetapi enzim-enzim tertentu mungkin masih dapat aktif.
Serangga terutama dapat merusak buah-buahan, sayuran, biji-bijian dan umbi-umbian. Yang menjadi persoalan bukan hanya jumlah bahan pangan yang dimakan serangga tersebut, tetapi yang lebih penting lagi ialah bahwa serangga tersebut akan melukai permukaan bahan pangan sehingga dapat menyebabkan kontaminasi oleh bakteri, khamir atau kapang.
Pada biji-bijian atau buah-buahan kering biasanya serangga dapat dicegah secara fumigasi dengan beberapa zat kimia seperti metil bromida, etilen oksida dan propilen oksida. Etilen dan propilen oksida tidak boleh digunakan untuk bahan pangan yang mempunyai kadar air tinggi karena kemungkinan dapat membentuk racun.
Telur-telur serangga dapat tertinggal di dalam makanan sebelum dan setelah pengolahan, misalnya di dalam tepung. Untuk menghancurkan telur- telur serangga tersebut biasanya tepung dilewatkan di dalam centrifuge, sehingga dengan benturan-benturan yang keras dari dinding centrifuge telur- telur akan pecah. Meskipun pecahan telur tersebut masih tetap tertinggal di dalam tepung, tetapi tidak dapat memperbanyak diri lebih lanjut.
Parasit yang banyak ditemukan di dalam daging babi misalnya adalah cacing pita (Trichinosis nematode) yang masuk ke dalam tubuh babi melalui sisa-sisa makanan yang mereka makan. Daging babi yang tidak dimasak dapat menjadi sumber kontaminasi pada manusia. Nematode mungkin dapat dihancurkan dengan pembekuan.
Tikus merupakan persoalan yang penting di Indonesia, khususnya merupakan ancaman yang berbahaya baik terhadap hasil biji-bijian sebelum dipanen maupun di dalam gudang. Tikus bukan hanya merugikan karena jumlah bahan yang dimakan oleh tikus, tetapi juga kotoran, rambut dan urine tikus tersebut dapat merupakan media yang baik untuk bakteri dan dapat menimbulkan bau yang tidak enak.
·           Pemanasan dan Pendinginan
Pemanasan dan pendinginan yang tidak diawasi dengan teliti dapat menyebabkan kebusukan bahan pangan. Bila pemanasan dilakukan pada suhu 10-38 °C, maka untuk setiap kenaikan suhu 10 °C kecepatan reaksi termaksuk reaksi enzimatik dan non-enzimatik rata-rata akan bertambah dua kali lipat. Pemanasan yang berlebihan dapat menyebabkan denaturasi protein, pemecahan amulsi, menghancurkan vitamin dan degradasi lemak atau minyak.
Pembekuan yang dilakukan terhadap buah-buahan dan sayuran akan menyebabkan bahan tersebut mengalami thawing setelah dikeluarkan dari tempat pembekuan sehingga teksturnya menjadi lunak, dan dapat menyebabkan kontaminasi oleh mikroba. Keadaan ini juga dapat terjadi pada bahan pangan yang berbentuk cairan, misalnya pada susu. Jika susu dibekukan, emulsinya akan pecah dan lemaknya terpisah. Pembekuan juga dapat menyebabkan denaturasi protein susu dan menyebabkan penggumpalan.

Buah-buahan dan sayuran setelah dipanen membutuhkan suhu penyimpangan yang optimum, seperti juga kehidupan yang lain. Suhu pendinginan sekitar 4,5 °C dapat mencegah atau memperlambat proses pembusukan.
·           Kadar Air
Kadar air pada permukaan bahan dipengaruhi oleh kelembaban nisbi RH udara disekitarnya. Bila kadar air bahan rendah sedangkan RH disekitarnya tinggi, maka akan terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga bahan menjadi basah atau kadar airnya menjadi lebih tinggi. Bila suhu bahan lebih rendah (dingin) akan terjadi kondensasi udara pada permukaan bahan dan dapat merupakan media yang baik bagi perkembangbiakan bakteri atau pertumbuhan kapang. Kondensasi ini tidak selalu berasal dari luar bahan. Di dalam pengepakan, beberapa bahan pangan seperti buah-buahan dan sayuran dapat menghasilkan air dari respirasi dan transpirasi. Air ini dapat membantu pertumbuhan mikroba.
Bahan pangan kering juga dapat menghasilkan air misalnya jika suhu naik selama pengepakan, akibatnya kelembaban nisbi pada permukaan akan berubah. Uap air ini kemudiandapat berkondensasi pada permukaan bahan pangan, terutama jika suhu penyimpanan menurun.
Udara dan oksigen selain dapat merusak vitamin terutama vitamin A dan C, warna bahan pangan, flavor dan kandungan lain, juga panting untuk pertumbuhan kapang. Pada umumnya kapang adalah aerobik oleh karena itu sering ditemukan tumbuh diatas permukaan bahan pangan.
Oksigen dapat dikurangi jumlahnya dengan cara mengisap udara keluar secara vakum atau penambahan gas inert selama pengolahan, mengganti udara derigan nitrogen (N) atau C02, atau dengan menangkap molekul oksigen dengan pereaksi kimia. Pada bahan pangan yang mengandung lemak, oksigen dapat menyebabkan tengik.

Sinar dapat merusakkan beberapa vitamin terutama riboflavin, vitamin A dan vitamin A, juga dapat merusakan warna bahan pangan. Misalnya susu yang disimpan di dalam botol yang tembus cahaya flavornya dapat berubah karena terjadinya oksidasi lemak dan perubahan protein yang dikatalis oleh sinar. Bahan-bahan yang sensitif terhadap sinar dapat dilindungi dengan cara pengepakan di dalam bahan yang tidak tembus sinar.
Sesudah penyembelihan, pemanenan atau pengolahan terdapat saat dimana bahan pangan mempunyai mutu yang terbaik, tetapi hal ini hanya berlangsung sementara.
Tergantung pada derajat kematangan waktu pemanenan, beberapa bahan pangan dapat menurun mutunya dalam satu atau dua hari, atau dalam beberapa jam setelah pemanenan atau pemotongan.
Pertumbuhan mikroba, keaktifan enzim, kerusakan oleh serangga, pengaruh pemanasan atau pendinginan, kadar air, oksigen dan sinar, semua dipengaruhi oleh waktu. Waktu yang lebih lama akan menyebabkan kerusakan yang lebih besar; kecuali yang terjadi pada keju, minuman anggur, wisky dan lain-lainnya yang tidak rusak selama ageing.


.BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
1.      Jenis-jenis kerusakan bahan pangan dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu kerusakan mikrobiologis, mekanis, fisik, blologis, dan kimia.
2.      Tanda-tanda kerusakan pada umbi-umbian bisa diamati dengan panca indra apabila bentuknya tidak sesuai dengan nalar berarti bahan bisa digolongkan krdalam bahan yang rusak.
3.      Kerusakan bahan pangan dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: pertumbuhan dan aktifitas mikroba terutama bakteri, kapang dan khamir, aktifitas enzim-enzim di dalam bahan pangan, serangga, parasit dan tikus suhu termasuk suhu pemanasan dan pendinginan, kadar air, udara termasuk oksigen, sinar dan waktu.

3.2 SARAN
Perhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyimpanan sebelum melakukan penyimpanan bahan pangan misalnya umbi-umbian, ataupun jenis bahan makanan lainnya.






19.
DAFTAR PUSTAKA
Purwanto, Heri.1999 . ”Menyimpan Bahan Pangan”. Jakarta: Penebar swadaya.
Anonim. 2009. Budidaya Kentang.
Di akses dalam URL : http://ayobertani.wordpress.com/2009/04/30/budidaya-kentang/ Pada hari Kamis, 7 Maret 2013 Pukul 18:00 WITA.

Anonim. 2012. Kerusakan Tanaman oleh Pengganggu.
Di akses dalam URL : http://pagemenu.blogspot.com/2012/11/kerusakan-tanaman-oleh-pengganggu.html Pada hari Kamis, 7 Maret 2013 Pukul 18:25 WITA.

Anonim. 2008. Kerusakan Pangan.
Di akses dalam URL : http://www.gogreen.web.id/2008/04/kerusakan-pangan_23.html Pada hari Kamis, 7 Maret 2013 Pukul 18:40 WITA.

Andi Mardhiyansyah Idris. 2011. Analisis Umbi-Umbian.
Di akses dalam URL: http://andimardhiyahidris.blogspot.com/2011/11/analisis-umbi-umbian.html Pada hari Kamis, 7 Maret 2013 Pukul 19:06 WITA.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar